Mini Novel SALAH

BAB14 : EPILOG

Satu Tahun Kemudian.

Rumah Belajar. 10 : 25

Semua anak-anak yang belajar hari itu telah berkumpul semua dan duduk dengan antusias. Mata mereka menatap dengan tidak sabar kearah layar infocus. Aku memeriksa sekali lagi posisi kamera, proyektor, juga laptopku semua beroprasi dengan normal. Oke, semua sudah siap. Melalui sebuah aplikasi, panggilan video meluncur menuju Andre nun jauh disana. Melbourne.

“Assalamualaikum” salam Andre seketika video terhubung. Wajahnya muncul dari layar besar proyektor. Sontak anak-anak berteriak kegirangan.

“Waalaikumsalam!”

“Waalaikumsalam!”

“Kak Andre! Waalaikumsalam!” Semuanya berebut menjawab salam Andre. Berebut menghadapi kamera agar terlihat oleh andre. Andre tertawa bahagia. Ia terlihat begitu ceria bisa bertemu dan berbicang dengan anak-anak meskipun hanya melalui cara virtual.

Sepulang dari rumah sakit setahun silam, Andre menghabiskan waktu hampir empat bulan untuk terapi psikologi di klinik Bu Sandra. Bukan! Bukan untuk menghilangkan depresinya karena batal menikah, melainkan untuk memperbaiki psikologinya yang labil, mudah meledak-ledak, temperamental, serta kesulitan mengendalikan diri dan emosi. Rupanya, akar permasalahan watak itu bersal dari traumatik nya dimasa lalu. Seringnya ia melihat pertikaian kedua orang tuanya sewaktu ia kanak-kanak membuatnya sering memendam amarah, dendam, juga luka perasaan yang dalam. Setelah merasa ia sudah mulai bisa mengendalikan emosi dan perasaannya, ia memutuskan untuk melanjutkan cita-citanya yang sempat tertunda, meneruskan studi  ke jenjang master di Australia. Keluarganya mengerti, aku mahfum. Andre butuh segala kesibukan untuk membunuh segala ingatan itu.

“Oke anak-anak, sudah cukup ya. Sekarang saatnya pulang, orang-orang tua kalian telah menunggu di rumah. Minggu depan, kita video call lagi Kak Andre, oke?!” Aku menginstruksikan anak-anak.

“Yaah, sebentar lagi dong kak!”

“Iya, kak. Sebentar lagi dong!”

Mereka mengeluh, walaupun pada akhirnya mereka mengucapkan salam dan berpamitan pada Andre. Mereka memang anak-anak yang baik dan penurut.

“Bagaimana kabarmu? Sehat?” tanyaku ketika ruangan kelas sudah kosong. Hanya ada kami berdua sekrang yang bertemu secara virtual.

Andre tampak tersenyum. Mengenakan sweater berwarna biru, wajahnya begitu cerah dengan rambut yang rapih dan tatapan yang kembali bercahaya. Di belakangan terlihat latar sebuah bangunan besar yang amat klasik. Ada beberapa orang yang  terlihat duduk berkelompok-kelompok diatas hamparan rumput hijau yang bersih. Andre pasti sedang berada di kampusnya.

Lanjutkan membaca “BAB14 : EPILOG”
Mini Novel SALAH

BAB 13 : MAAFKAN AKU, ANDRE

Minggu. 10 : 30

Aku berangkat ke rumah sakit dengan pikiran semua pikiran dan perasaan yang kacau, juga tubuh yang masih terasa remuk. Sepagi tadi, mama Andre memberi kabar bahwa keadaan Andre sudah cukup membaik dan sudah diizinkan dokter untuk ditemui. Sepanjang perjalanan di dalam taxi online, kepingan-kepingan kejadian dari seminggu yang lalu masih berkelebat di dalam otakku. Kepingan-kepingan peristiwa yang menyakitkan. Aku hanya bisa berharap hikmah dan hidayah Allah dari semua kejadian ini dapat segera terlihat, agar luka demi luka ini tidak terlalu lama menganga.

Lanjutkan membaca “BAB 13 : MAAFKAN AKU, ANDRE”
Mini Novel SALAH

BAB 12 : SIAPAPUN, TAPI JANGAN ANDRE

“Cepat mas, ikut aku!” seru Andre sembari berlari menyusuri trotoar yang cukup padat pejalan kaki dan pedagang. Aku tengengah-engah mengikutinya dari belakang, beberapa kali aku menabrak orang dan mendapatkan makian.

“Maaf” selorohku sembaru terus berlari, berusaha untuk tidak kehilangan Andre.

“Kesini, mas” serunya lagi sebelum dia menghilang masuk kesebuah bangunan tinggi. Sebuah hotel? Aku bingung sendiri sebelum mengkikuti Andre masuk ke dalam hotel tersebut. Untuk apa Andre mengajakku kesini?

“Mas, cepat!” serunya melihat aku yang masih kebingungan. Seketika, Andre menghilang naik menuju tangga. Tanpa menghiraukan orang-orang yang ada di lobby hotel, aku bergegas berlari menyusul Andre.

Aku semakin tengengah-engah. Nafasku tersenggal ketika melihat Andre terhenti di lantai lima dan memberiku isyarat untuk menyusuri koridor.

“Andre!” panggiku ketika menatapi koridor itu lengang. Tidak ada satu orangpun disana.

“Andre” aku memanggil Andre sekali lagi. Melangkahkan kaki pelan di lantai karpet, menatapi satu persatu pintu kamar di kanan dan kiri koridor yang Semuanya tertutup rapat.

“Andre?” di sebuah kamar yang pintunya terbuka, aku melihat sesosok orang yang berdiri di balkon yang selurus dengan pintu tempatku berdiri. Itu Andre.

“Andre apa yang kamu lakukan?” aku mendadak cemas. Tetapi Andre hanya membalaskau dengan segaris senyum sebelum akhirnya dia melompat terjun dari balkon itu.

***

“ANDREEE..!!!”

Aku terbangun dengan nafas yang tersenggal-senggal. Ternyata aku baru saja bermimpi buruk. Aku mengusap-usap wajahku yang berkeringat. Allaahumma innii a’uudzubika min ‘amalisy syaithaani wa sayyiaatil ahlami. Astaghfirullah haladzim.

Mimpi buruk apa itu? Aku meraih segelas air putih di meja sebelah tempat tidurku. Mereguknya beberapa kali lalu melihat jam di layar ponselku. Pukul empat pagi lebih sepuluh menit. Aku termenung, hingga adzan subuh bergema.

***

Lanjutkan membaca “BAB 12 : SIAPAPUN, TAPI JANGAN ANDRE”
Mini Novel SALAH

BAB 11 : BAIKLAH, MARI KITA BICARA

“Sudah hampir jam sebelas malam. Sebaiknya kau pulang dulu. Tenangkan diri. Istirahat. Besok kita bicarakan lagi semua ini” Aku memberinya saran. Anita mengangguk lemah sembari menghapus air mata di kedua pipinya.

Kupanggil taxi yang parkir di depan rumah sakit, meminta mengantar kami berdua ke rumah Anita, lalu kembali lagi ke rumah sakit. Sepanjamg perjalanan, tidak ada satu hal pun yang kami bicarakan. Anita sibuk menenangkan dirinya sendiri dan entah memikirkan apa aku tidak tahu. Aku membuang pandang ke luar jendela, mencari penghibur dari gemerlap lampu-lampu gedung pencakar langit Jakarta. Bahkan sampai perjalanan kembali ke rumah sakit, aku masih tak bisa melepaskan pandangku dari kaca jendela taxi. Pikiranku benar-benar terasa kosong. Sungguh, aku lelah.

***

Lanjutkan membaca “BAB 11 : BAIKLAH, MARI KITA BICARA”
Mini Novel SALAH

BAB 10 : HARAPAN

Rumah Sakit. 21:45

Konon, manusia bisa bertahan hidup empat puluh hari tanpa makan. Tiga hari jika tanpa minum. Hanya sekitar delapan menit saja tanpa oksigen. Tapi tidak lebih dari satu detik tanpa harapan.

Harapan. Itulah yang berhasil menuntun Andre melangkah menjauh dari bibir atap itu. Setitik saja, namun mampu menyuluh kembali seluruh cahaya di dalam hidupnya.

Harapan. Aku percaya ia masih tetap menyala, meski di dalam tubuh yang kini terkulai tidak berdaya. Dari hasil penyelidikan sementara, Andre ditengarai menelan setengah botol pil tidur sebelum melakukan percobaan gantung diri di roof top rumah tadi. Sekitar tiga belas butir pil. Merasa obat itu tidak bekerja dengan cepat, ia lantas memutuskan untuk mencoba gantung diri. Dokter berkata, kemungkinan Andre meminum susu sebelum menegak pil-pil itu sehingga lambat bereaksi. Mungkin Andre beruntung, tapi sial pil itu bekerja setelah harapan itu baru saja menyala.

Aku berdiri di luar kamar rawat Andre. Terpekur dari balak kaca memandangi tubuh kokoh yang kini tidak berdaya, menyesali apapun yang telah ia putuskan dengan gelap mata. Bodoh sekali, Andre. Masih saja aku mengumpati semua yang telah terjadi.

“Mas, Bagaimana keadaannya?” suara itu menyadarkanku dari lamunan. Anita? Aku membalik badan. Perempuan itu berdiri beberapa langkah dihadapanku. Wajahnya basah berlinang air mata.

“Dia baik-baik saja, Mas?” Anita kembali bertanya dengan nafas yang tersenggal-senggal. Baik-baik saja? Setelah belasan pil tidur dan tambang yang melingkar di leher?

“Dia tidak begitu baik.” Aku menggeleng lemah. “Tapi Alhamdullilah Allah masih menyayanginya, menelamatkannya” Kembali membalik badan dan melihat lagi Andre dari balik kaca jendela. Anita menyusul, berdiri tepat di sampingku. Terisak, ia menutup mulutnya dengan kedua belah telapak tangannya ketika melihat kekasihnya itu terkulai lemah. Tidak tega.

“Tapi Insyaallah tidak lama lagi dia akan baik-baik saja” Aku mencoba memberinya sedikit ketenangan.’

Lanjutkan membaca “BAB 10 : HARAPAN”
Mini Novel SALAH

BAB 9 : BUKAN SEPERTI ITU CARANYA NDRE!!

Baru naik ke atas jok motor ojek online, ponselku berdering. Nama Hanna, adik kandung Andre terpampang di layar ponselku. Hanna? Ada apa? Kami hapir tidak pernah berkomunikasi?

“Assalamualaikum?” aku  mengangat telfon. Driver ojek online perlahan mulai membawaku  meninggalkan klinik Bu Sandra.

“Mas ! tolong segera ke rumah sekarang, mas! Kak Andre sedang dalam bahaya! Tolong, mas! Tolong!” jerit Hanna dari telfon. Andre dalam keadaan bahaya? Apa maksudnya?

“Ada apa Hanna?!” tanyaku bingung

“Tolong Kak Andre, Mas! Tolong segera kesini!” pinta Hanna kembali dengan tangisan cemas.

“Oke, oke! Baik, aku segera kesana! Tunggu sebentar!” Aku segera menenup telfon. Melobi Driver Ojek Online untuk merubah tujuan. Beruntung Abang driver itu mau membantu dan mengubah tujuan ke rumah Andre, menggeber sepeda motornya secepat mungkin yang ia bisa.

***

Lanjutkan membaca “BAB 9 : BUKAN SEPERTI ITU CARANYA NDRE!!”
Mini Novel SALAH

BAB 8: FAKTA YANG MENGHENTAK

Kamis. 18.10

Selepas menunaikan ibadah maghrib di kantor, aku langsung bergegas menuju klinik Bu Sandra. Klinik itu sebenarnya tidak begitu jauh dari kantor ku. Tapi kepadatan lalu lintas Jakarta selepas maghrib membuat ojek online yang aku tumpangi membutuhkan cukup waktu untuk tiba disana. Merayap, semua para karyawan kantor yang baru saja pulang kerja tumpah ruah di jalanan.

Empat puluh lima menit duduk diatas motor cukup membuat pantatku panas. Ojek Online akhirnya berhasil mengantaku sampai ke parkiran klinik Bu Sandra. Mengembalikan helm, memberikan tip sebagai pengganti bensin macet dan berterima kasih, aku bergegas menuju klinik Bu Sandra. Namun baru saja hendak membuka pintu klinik, aku dikejutkan dengan seorang perempuan yang baru saja keluar dari klinik.

“Nita?!” tanyaku kaget

“Eh, Mas?!” jawabnya tidak kalah kaget dengan salah tingkah.

“Kamu ngapain disini?” aku bertanya penasaran

“Eng., ngga papa mas” jawabnya masih dengan salah tingkah. Membuat aku semakin bertanya-tanya.

“Maaf mas. Saya buru-buru. Saya duluan ya mas, Assalamulaikum” ucapnya sembari berlalu meninggalkanku yang hanya bisa membalas pelan salamnya. Ia kemudian menghilang ke dalam sebuah mobil berwarna hitam yang lalu membawanya pergi. Ah, sayang aku tidak bisa melihat siapa pengemudi mobil itu. Ah, tapi buat apa juga? Itu sungguh bukan urusanku bukan?

“Assalamualaikum” ucapku sembari membuka pintu klinik.

“Waalikumsalam” Bu Sandra dan seorang asistennya serentak membalas salamku.

“Masuk, Nak” sambut Bu Sandra dengan ramah.

“Anita habis terapi apa sama Ibu?” tanyaku kepada. Bu Sandra.

“Ah, tidak. Anita kesini cuma main tadi” jawab Bu Sandra dengan salah tingkah.

Aku tersenyum “Garis senyum yang lurus, pupil yang membesar dan bola mata yang bergerak tidak teratur. Aku masih ingat tentang pelajaran ciri orang berbohong yang pernah Bu Sandra jelaskan” aku menggoda Bu Sandra.

Lanjutkan membaca “BAB 8: FAKTA YANG MENGHENTAK”
Mini Novel SALAH

BAB 7 YANG SULIT KUPERCAYA

              20.50

Setengah jam, Taxi online yang kami tumpangi membawa kami sampai di kedai tenda nasi uduk kesukaan kami tidak jauh dari rumah Andre. Sekacau apapun pikiran dan perasaan malam ini, perut tidak boleh kacau. Kami memesan dua porsi nasi uduk dengan ikan lele yang di goreng garing, lengkap dengan sepotong tempe goreng, lalapan dan sambal yang khas. Dengan lahap, kami menghabiskan isi piring dengan lekas.

“Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan, Mas”” ujar Andre setelah menghabiskan makanannya. Ekspresi wajahnya itu, aku bisa menangkap ini serius. Ah, kapanlah kami sempat main-main sejak hari minggu kemarin. Aku lekas menghabiskan suapan terakhir nasi , mencuci tangan lalu mereguk es jeruk.

“Apa itu?” tanyaku dengan penasaran.

Andre meliriku dengan tatapan serius “Sebenarnya , kejadian hari minggu lalu bukanlah yang pertama kali”

Aku tersentak. “Maksudmu?”

Andre menghela nafas sejenak. “Mas ingat, beberapa bulan yang lalu, saat Anita menon-aktifkan akun instagram nya ?” tanya Andre. Aku mengangguk antusias.

“Sebenenarnya, ada kejadian di balik itu semua” lanjut Andre kemudian.

“Apa itu ?” sial. Entah kenapa aku begitu penasaran.

“Suatu pagi selepas sholat subuh, aku merasa begitu merindukan Anita, Mas. Pagi itu, entah kenapa kepikiran sekali. Aku menelfonnya, tetapi tidak diangkat, kukirimkan pesan whatsapp, tetapi tidak dibaca. Iseng, aku kemudian meninggalkan pesan di akun instagramnya. Kau tahu Mas? Pesan itu berbalas, tetapi bukan dari Anita. Melainkan dari laki-laki yang tidak aku kenal yang tidak mengaku pacar Anita” terang Andre.

Lanjutkan membaca “BAB 7 YANG SULIT KUPERCAYA”
Mini Novel SALAH

BAB6 : MASIH BELUM PUAS, NDRE?

Rabu. 17:00

Aku bergegas mengemas berkas-berkas pekerjaanku, memasukan laptop ke dalam tas lalu meninggalkan kator dengan buru-buru. Selepas azhar tadi, Andre memintaku untuk menemaminya ke rumah Bu Sandra selepas shalat maghrib nanti. Entah apalagi maksud yang direncanakan oleh Andre dengan mendatangi rumah pakar psikologi itu. Aku hanya bisa berdoa dia tidak sedang merencanakan hal yang aneh-aneh.

Tepat sebelum adzan maghrib, ojek online telah membawaku tiba di rumah Andre. Andre juga terlihat baru saja tiba di rumah. Seragam kerja masih melekat di tubuhnya. Setelah meletakkan tas di kamar Andre, kami bergegas menuju masjid karena adzan telah mulai bergema.

18:33

“Apa yang kamu rencakan, Ndre?” tanyaku saat taxi online telah membawa kami menuju rumah Bu Sandra. Malam di Ibu Kota baru saja di mulai. Rembulan di langit beradu terang dengan gemerlap neon idan merkuri.

“Aku masih belum tenang, mas. Masih ada yang mengganjal di hatiku. Dan aku ingin mencari tahu semua jawaban atas perasaanku itu” dengan nada getir Andre menjawab.

“Apalagi yang masih membuatmu tidak tenang, Ndre?” Aku menarik nafas, mengeluh. Sedikit khawatir dengan apa yang sedang ia pikirkan.

Aku masih tidak percaya dengan pengakuan Anita yang ia sampaikan kepadamu, mas. Dia tidak jujur dalam masalah ini” Jawab Andre

Aku mendengus nafas berat lagi. “Apalah lagi pentingnya, Ndre. Sekalipun ia bersalah di mata kamu, dia akan tetap bersalah. Sekalipun dia jujur, dia akan tetap bersalah, bukan? Dan Andre, dalam keadaan yang menyulitkan kadang kebohongan bisa menyelematkan seseorang, sebab bisa jadi kejujuran akan jauh lebih menyakitkan. Ingat Ndre, Jika Allah menyembunyikan sesuatu dari kita, niscaya itu untuk kebaikan kita. Untuk melindungi kita”

Lanjutkan membaca “BAB6 : MASIH BELUM PUAS, NDRE?”
Mini Novel SALAH

BAB 5 : MASA LALU YANG INDAH

Aku tidak pernah lupa bagaimana aku bisa mengenal dan dekat dengan kedua pasangan yang dulu berbahagia itu. Keputusanku untuk bergabung dengan komunitas pendidikan anak-anak jalanan seketika menginjakkan kaki di tanah Jakarta satu setengah tahun silam, membawaku menemukan banyak orang-orang muda yang baik hati di Jakarta. Andre dan Anita adalah beberapa orang yang paling aktif di komunitas yang kugeluti itu. Andre yang tampan, berwibawa, tegas namun ramah. Berwajah menyenangkan dan selalu bercahaya. Sedangkan Anita adalah gadis mungil yang cantik dan periang. Meskipun belum memakai niqab, jilbabnya yang besar dan sangat tertutup menunjukan betapa islaminya dia. Sangat supel, murah senyum dan selalu bisa menghibur. Watak keduanya begitu mudah disukai oleh anak-anak. Belakangan kemudian aku mengetahui bahwa mereka adalah sepasang kekasih.

Enam bulan setelah aku bergabung dalam komunitas, keduanya mengambil keputusan yang besar : Membangun rumah baca sekaligus rumah belajar dan mengaji untuk anak-anak sekitar stasiun di pusat kota. Sebuah keputusan hebat  yang tidak mudah. Berbagai masalah dan tantangan mereka hadapi mulai dari keterbatasan tempat, fasilitas, sampai penolakan-penolakan keberadaan mereka, datang silih berganti. Tetapi tekat yang kuat dan niat yang tulus membuat mereka mampu melalui semua tantangan itu. Ingatlah, bahwa setiap niat yang baik, niscaya akan diberikan jalan yang baik.

Aku yang sedari awal turut bersimpati dengan keputusan mereka tentu saja tidak tinggal diam. Dengan segala keterbatasan kemampuan yang kumiliki, kusumbangkan apa saja yang bisa mendukung gerakan mereka. Menjadi tukang cat rumah baca, pengumpul buku bekas, relawan pengajar, sampai pendongeng. Semangat mereka berdua untuk berbagi, membuatku begitu termotivasi untuk turut  memberikan yang terbaik. Keterlibatanku yang cukup banyak di dalam rumah baca inilah yang kemudian membuat aku semakin akrab dengan kedua pasangan ini. Bersama kami bahu membahu mengembangkan rumah baca itu. Mulai dari hanya sepetak kamar kos-kosan, hingga kini bisa sebesar rumah kontrakan. Mulai dari buku baca yang tidak lebih dari dua puluh buah, hingga kini nyaris seribu buku. Sejak ditolak mentah-mentah oleh masyarakat sekitar, hingga mereka pada akhirnya mengantarkan anak-anak mereka ke rumah baca untuk belajar. Berjuang bersama, memang selalu lebih mudah.

Lanjutkan membaca “BAB 5 : MASA LALU YANG INDAH”

Mini Novel SALAH

BAB 4 : SUDAHLAH, NDRE !

 

Selasa, selepas Azhar. 16:05

“Kenapa dia tidak menceritakan masalah itu kepadaku, mas?” tanya Andre ketika aku menceritakan semua pengakuan Anita kepadanya.

“Mungkin, dia hanya tidak ingin memperunyam permasalahan ini, Ndre. Atau mungkin juga dia malu” selogis mungkin, aku mencoba memberikan asumsi yang tidak mempertajam dugaan negatifnya.

Bangkit dari tempat duduknya, Andre berdiri dihadapan jendela kamarnya. Menatap kosong langit sore yang tak berawan. Lelaki gagah itu terlihat lemas, wajahnya muram tak bercahaya dengan rambut yang berantakan. Sungguh, kesedihan telah merampas keindahan dua anak muda yang seharusnya sedang bergemilang.

“2 tahun kami berpacaran, mas. Mas tahu hubungan kami bukan lagi hubungan yang main-main. Aku sudah menemui kedua orang tuanya. Kami akan menikah tahun ini, mas. Tidak ada masalah yang tidak kami bicarakan, mas. Tidak ada” Andre memberikan penekanan pada ucapan terakhirnya. Menyiratkan kekesalannya. Aku menelan ludah, bingung harus mengatakan apa untuk meredakan kekesalannya.

“Anita sengaja menyembunyikan hal ini dariku. Ada sesuatu yang ia tutupi” sambungnya dengan penuh kecurigaan. Aku semakin khawatir permasalahan ini tidak bisa selesai begitu saja seperti yang aku harapkan.

“Aku ingin berbicara dengan laki-laki itu, mas”

“Tidak, Ndre!” Aku sontak berdiri. Sejak awal aku memutuskan terlibat dalam menyelesaikan masalah ini, aku memang sudah berjanji mengantisipasi agar Andre tidak nekat menemui dan berbicara dengan lekaki itu. Sebab dua lelaki dewasa, bisa berubah menjadi kanak-kanak jika sudah menyangkut masalah wanita.

“Apapun yang akan kau lakukan, jangan pernah menemui lekaki itu jika kamu ingin ini semua selesai dengan baik-baik” sergahku padanya

Lanjutkan membaca “BAB 4 : SUDAHLAH, NDRE !”

Mini Novel SALAH

BAB 3 SEBUAH PENGAKUAN

Senin. 04:01

              Assalamualaikum, Mas. Ini Nita, Aku butuh bicara dengan mas. Hari ini ada waktu?

Pesan Whatsapp itu menggetarkan ponselku tepat ketika aku baru membuka mata didini hari. Setelah menyadarkan diri sepenuhnya, aku masih membaca pesan itu berulang kali, menimbang jawaban apa yang harus aku berikan. Menebak, apa yang akan disampaikan Anita. Tidak lama, aku memutuskan untuk menelfon Andre. Aku harus berunding dengan Andre sebelum memutuskan untuk menerima ajakan bicara Anita. Karena ingin lekas selesai, Andre mengizinkan aku untuk berbicara dengan Anita. Sekaligus, ia ingin menitipkan ponsel Anita untuk dikembalikan. Baiklah, aku menyanggupi. Bagaimanapun aku sudah terlanjur terlibat di dalam masalah ini, dan aku harus membantu mereka menyelesaikan masalah ini. Selepas isya nanti malam, aku sepakat bertemu dengan Anita.

cover-salah

***

Lanjutkan membaca “BAB 3 SEBUAH PENGAKUAN”